Senin, 25 Februari 2008

Pehul & Dehul

ZAMAN Palasara masih hidup, Semar telah mewujud dalam sosoknya aki-aki peot. Namun setelah Palasara memiliki keturunan Resi Wiyasa, yang kemudian memberinya cucu Pandu dan Destarastra, bahkan lahir pula cicit-cicitnya para Pandawa dan Kurawa, Semar tetap tidak mati. Penampilannya pun tidak berubah, sebagai lelaki tua gendut dengan potongan rambut modern, lancung with gel. Hingga babak akhir kisah Mahabarata di mana Parikesit kemudian naik tahta menjadi raja di Hastina, Semar tetap sehat bersama anak-anaknya Gareng, Dawala, dan Cepot.Para kritikus wayang tentu tidak tinggal diam mencari tahu siapa Semar itu. Mereka pun menyimpulkan bahwa Semar adalah dewa yang mangejawantah, turun ke bumi untuk menemani para kesatria melakukan darma, amar ma'ruf nahi munkar. Semar, Batara Guru, dan Togog berasal dari asal yang sama, sebutir telur. Semar terbuat dari kuning telur, Batara Guru berasal dari putih telur, dan Togog berasal dari cangkangnya. Saat di dunia, Semar melambangkan kebaikan, Batara Guru melakukan regulasi kekuasaan, sedangkan Togog berpihak kepada kemunkaran.Melihat kehidupannya yang tidak lazim sebagai manusia, Semar, Batara Guru, dan Togog jangan-jangan bukan "manusia", melainkan sekadar lambang makhluk-makhluk lain di luar manusia, seperti malaikat, jin, atau setan. Tanpa bukti-bukti empirik, kita bebas menafsirkannya siapa ketiga tokoh itu yang begitu melegenda dalam kisah Mahabarata yang sangat heroik. Bahkan, kita boleh saja menganggap tiga tokoh tersebut masih tetap hidup. Bahkan, mereka sesungguhnya selalu hidup dan mengikuti kehidupan kita sejak zaman merdeka tahun 1945, Orde Baru, Orde Lama, Orde Reformasi, hingga orde-orde di masa mendatang.Kehadiran ketiga tokoh itu tidak hanya muncul di depan publik, tetapi pada individu-individu. Pribadi kita seringkali didatangi Semar, di lain waktu dikunjungi Batara Guru, dan sering pula disinggahi Togog. Kehadiran mereka bergantung pada seberapa besar volume kita melakukan kebaikan dan kemunkaran, serta kemaslahatan atau kemudaratan. Konon, di zaman paling modern sekarang ini, Semar lebih suka tinggal di negara-negara yang menghargai ilmu pengetahuan dan teknologi serta berekonomi lebih baik. Oleh karena itu, Semar lebih kerap muncul di Orchad Road Singapura untuk berbelanja, kadang muncul di Malaysia dan Brunei. Ia kerap menjadi dosen tamu universitas terkenal di Amerika Serikat dan negara-negara Uni Eropa. Ia lebih suka menitipkan tanah airnya, Indonesia, kepada kakaknya, Togog dan Batara Guru.Kedua tokoh terakhir justru sangat aktif mengampanyekan teorinya tentang pehul (peot hulu) dan dehul (gede hulu). Selain berceramah di berbagai perguruan tinggi terkenal, Togog dan Batara Guru juga sangat aktif melakukan demonstrasi dan presentasi di depan masyarakat tentang kepengecutan dan kesombongan. Mereka selalu membanggakan tumbuhnya sikap ketakutan berbuat baik dan keberanian berbuat aniaya. Itulah sebabnya, buah amalnya senantiasa melimpah dan terus dipanen, yaitu bencana melulu. (Wakhudin)

Tidak ada komentar: