Jumat, 20 Maret 2009

Duh, Heryawan!


JANGANKAN mengeluarkan surat keputusan atau surat instruksi, berbicara pun tidak, tetapi Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan langsung "diserang". Isunya, ia melarang tari jaipong. Setidaknya, Heryawan minta agar jaipong diperhalus dalam menampilkan G3, yaitu gitek, geol, dan goyang. Ternyata setelah bertemu dengan para seniman, Gubernur menyatakan tidak pernah melakukan komunikasi dengan wartawan tentang jaipong itu. Bahkan, dirinya tahu istilah G3 saja setelah membaca isu itu di koran.
"Penyerangan" seperti itu kemungkinan bukan yang pertama, mungkin berkali-kali dengan isu yang berbeda-beda. Bahkan, Heryawan mengaku sudah menerima protes bahwa dirinya akan menjadikan Jawa Barat sebagai Taliban. Tuduhan seperti itu merupakan risiko sebagai pemimpin yang berasal dari partai yang mendeklarasikan sebagai partai dakwah. Dalam berbagai dialog, para kader partai dakwah selalu ditanya, bahkan cenderung dituduh bahwa mereka akan menutup gedung bioskop, melarang kesenian, dan berbagai tradisi yang hidup di tanah air.
Nasib Heryawan dan para pemimpin yang berasal dari partai dakwah bisa jadi seperti Taliban di Afganistan. Taliban makna asalnya adalah mahasiswa. Nama istilah ini merujuk pada nama para pemuda yang berhasil mengusir penjajah Uni Soviet dari negerinya dengan bergerilya. Namun, setelah mengusir Uni Soviet, tiba-tiba Amerika Serikat menyerbu negeri mereka. Alasannya, AS diserang teroris, dengan runtuhnya World Trade Center (WTC) akibat ditabrak pesawat komersial. 
Presiden AS saat itu, George W. Bush, menuduh orang yang bertanggung jawab di balik serangan itu adalah Osama bin Laden. Sementara itu, Osama diduga tinggal di Afganistan. Maka diserbulah Afganistan dan tumbang pula kekuasaan Taliban. Para pemuda yang berkuasa ini langsung dicap sebagai teroris yang sangat membahayakan dunia. Bahkan setelah Presiden AS berganti, Barack Obama pun menghitung Taliban sebagai teroris yang masih berbahaya. Itulah sebabnya, pasukan AS di Irak segera ditarik dan ditempatkan di Afganistan.
Nasib yang lebih tragis dialami bangsa Palestina, terutama Hamas. Demikian pula Hezbullah di Lebanon. Karena tidak mengakui Israel, stempel pun melekat pada mereka, teroris. Barat sesungguhnya memasukkan Iran dan Suriah sebagai teroris. Akan tetapi, karena kekuatan mereka yang sulit dihitung, Barat pun berpikir-pikir melakukan penyerangan.
Intrik dan gaya "penyerangan" di Jawa Barat cenderung sama dengan isu di tingkat global. Siapa pun yang mengaku sebagai orang dakwah akan menghadapi berbagai tuduhan. Jangankan beriktikad buruk, beriktikad baik pun akan disalahkan. Para penjajah selalu menggunakan komprador untuk beroperasi membuat intrik dan mengadu domba. Mereka tidak menginginkan Indonesia bermoral, mempunyai harga diri, dan berdaya. Akan tetapi, itulah nasibmu. Duh, Heryawan! (Wakhudin/"PR")***