Oleh Dr. WAKHUDIN, M.Pd.
(Wartawan senior. Doktor bidang Pendidikan
Moral Universitas Pendidikan Indonesia)
OLOSNYA
sepuluh
partai politik dalam verifikasi faktual dan kemudian berhak ikut dalam
kontestasi Pemilu 2014 memberikan peluang bagi Prabowo Subianto menjadi
Presiden RI menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono. Dengan berakhirnya masa
bhakti Yudhoyono, ditambah dengan banyaknya kasus yang menimpa Partai Demokrat,
suara yang selama ini memilih Partai Demokrat dan Presiden Yudhoyono akan
“bermigrasi” ke Partai Gerindra.
Kalau saja Yudhoyono
masih mempunyai kesempatan maju dalam pemilihan pemilu presiden ketiga kali,
tidak mustahil ia akan terpilih kembali. Sebab, Yudhoyono memiliki tingkat
resistensi paling rendah dibandingkan dengan calon presiden yang lain. Memang sejumlah
kader Partai Demokrat menghadapi berbagai masalah pelik seperti kasus Bank
Century dan pembangunan wisma atlet, bahkan kasusnya menimpa Ketua Umum Dewan
Pimpinan Pusat Partai Demokrat Anas Urbaningrum, namun berbagai kasus itu tidak
langsung menimpa Presiden Yudhoyono.
Itulah sebabnya, akseptabilitas masih tetap tinggi di mata rakyat.
Kalangan elite bisa
saja bersikap kritis kepada Partai Demokrat dan Presiden Yudhoyono, tapi rakyat
pemilih yang sebagian besar merupakan kelas menengah ke bawah masih memandang
Yudhoyono sebagai pemimpin terbaik saat ini. Nilai tambah bagi akseptabilitas
Yudhoyono adalah, dia anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI). Proses
demiliterisasi politik memang terus bergulir, namun masih terbatas pada elite
politik tertentu. Pada galibnya, rakyat masih memandang militer sebagai lembaga
penghasil pemimpin terbaik di tanah air.
Yudhoyono bisa diterima
kalangan nasionalis sekaligus pemililih religius. Sejauh ini, pemilih di
Indonesia masih relevan untuk dipetakan menjadi dua pemilih itu dengan
komposisi nasionalis 60% dan religius 40%. Partai Demokrat “berkromosom”
nasionalis. Itulah sebabnya, para pemilih nasionalis yang sempat tumpah ruang
di Partaai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) pimpinan Megawati
Soekarnoputri kemudian bermograsi ke Partai Demokrat dalam dua kali pemilu
terakhir. Pemilih PDIP sebelumnya merupakan suara yang masuk ke Partai Golkar
di masa Orde Baru.
Yudhoyono yang didukung
suara nasionalis ditambah suara
religious dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Perastuan Pembangunan
(PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN) dan
sebagainya kemudian mampu memenangi Pemilu 2009 hanya dalam satu putaran. Saat
Yudhoyono tak mungkin kembali maju menjadi calon presiden, kini suara nasionalis
dan religius itu akan bermigrasi ke mana?
Melihat dari 10 partai
politik yang lolos verifikasi faktual, yang ujungnya akan mengajukan calon
presiden, Partai Gerindra memiliki kans yang besar untuk menampung suara
nasionalis dan religious sekaligus. Sejauh ini, rakyat pemilih tidaklah fanatik
memilih partai politik. Saat Orde Baru, mereka memilih Partai Golkar, saat
reformasi berpindah ke PDIP, dan terakhir lari ke Partai Demokrat. Maka, tidak
musatahil pula, pemilih akan bermigrasi ke Partai Gerindra. Pemilih lebih
terkonsentrasi kepada figur calon presiden, tidak peduli dari partai mana
mereka berasal. Peluang besar suara Partai Gerindra tidak lepas dari karisma
Prabowo sebagai calon presiden, bukan karena solidnya mesin politik partai.
Nilai tambah Prabowo
Subianto karena dia seorang tentara, terakhir berpangkat Lenan Jenderal.
Seperti dijelaskan di atas, rakyat masih melihat pemimpin didikan TNI lebih
baik dibandingkan pimpinan didikan sipil. Kalangan elite bisa jadi mengkritisi
kiprah Prabowo saat di Timor Leste saat Prabowo masih menjadi tentara. Namun,
kalau dilihat dari kacamata yang lain, kiprah Prabowo di Timor Timur itu justru
bisa menggambarkan heroisme dia mempertahankaan provinsi terakhir RI yang
kemudian memisahkan diri.
Prabowo bisa dikategorikan
sebagai tokoh nasionalis dengan Partai Gerindra yang “berkromosom” nasionalis.
Itulah sebabnya, para pemilih nasionalis tidak akan alergi memilih Partai
Gerindra sebagai partai pilihan baru setelah menyusutnya suara di Partai
Demokrat. Prabowo juga diterima di kalangan pemilih religious. Itulah sebabnya,
sejumlah tim suksesnya direkrut dari kalangan tokoh partai religius seperti
Partai Bulan Bintang.
Nama Prabowo Subianto
di kalangan pemilih religius juga belum ternoda. Hubungan baik Prabowo dengan
kalangan elite religius sudah terlihat sejak reformasi bergulir tahun
1997/1998. Bahkan pada saat sejumlah kota dilanda kerusuhan, para tokoh Muslim
merapat ke Prabowo saat menjabat sebagai Panglima Kostrad. Sejumlah tokoh
politik religius menggambarkan Prabowo sebagai Hamzah, paman Nabi Muhammad saw.
yang gugur dalam Petang Uhud di Madinah. Sesungguhnya, hubungan Rasulullah
dengan Hamzah biasa saja. Namun karena Muhammad terus menerus dianiaya orang
kafir Quraisy, Hamzah akhirnya bangkit membela keponakannya.
Demikian juga dengan
Prabowo Subianto, dia sesungguhnya lebih nasionalis. Namun melihat perkembangan
politik Islam dengan para tokohnya yang tidak kunjung mendapatkan posisi yang
stabil, pembelaannya dengan kaum religius menjadi semakin mendalam. Hanya
karena “kekalahan” dalam proses reformasi, karier Prabowo kemudian surut, dan
peta politik religius pun tidak kunjung bersinar.
Kans
partai politik
Lalu bagaimana dengan
kans partai politik selain Gerindra? Seperti diketahui, partai politik yang
lolos adalah Partai Demokrat, Golkar, PDI Perjuangan, Partai Keadilan
Sejahtera, dan Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, Partai
Kebangkitan Bangsa, Gerindra, Hanura, dan Partai Nasdem. Dari sepuluh partai
yang akan berpeluang meraih suara signifikan adalah PDIP dan Partai Golkar
karena keduanya memiliki mesin politik yang selalu panas. Namun, dua mesin
politik ini belum akan mampu menempatkan tokohnya sebagai Presiden RI.
Kalau PDIP akan
menempatkan Megawati sebagai calon presiden RI 2014-2019, maka ini sudah expired. Sudah berapa kali PDIP
mengajukan nama Ketua Umumnya, tapi selalu tidak berhasil. Kalau saja PDIP
mengajukan Joko Widodo, mungkin gairah rakyat kembali terangkat. Namun kalau
PDIP mengajukan Puan Maharani atau Ketua MPR RI Taufik Kiemas, maka suara yang
diperoleh tak akan melebihi suara Megawati Soekarnoputri.
Partai Golkar dalam
Pemilu Legislatif mungkin mendapatkan suara yang signifikan karena banyak kader
Golkar di tingkat menengah yang berkualitas. Tapi suara tersebut belum tentu paralel
dengan suara pada pemilu presiden. Aburizal Bakri yang sudah ditetapkan sebagai
calon presiden versi Golkar dalam berbagai polling
menunjukkan suara yang rendah. Demikian juga suara alternatifnya, misalnya
Jusuf Kalla, Akbar Tanjung, atau siapa pun.
Partai Hanura yang
dipimpin Wiranto sesungguhnya memiliki “modal” yang hamper sama dengan Partai
Gerindra pimpinan Prabowo. Namun sejak mendapatkan suara yang tidak signifikan,
nama Wiranto tidak lagi dipublikasikan secara besar-besaran. Dinginnya Hanura
bisa keterusan sampai Pemilu 2014.
Yang menjadi tantangan
terbesar Prabowo dalam Pilpres 2014 adalah partai religius apabila mereka
bersatu. Tapi lazimnya, suara religius yang berjumlah 40% itu sering
terfragmentasi pada aliran masing-masing, bahkan lebih memilih menjadi
pendukung tokoh nasionalis. Kalau saja partai religius bertemu dan mengajukan
tokoh karismatik yang bisa diterima bersama, Prabowo bisa terkalahkah. Lalu
siapa yang akan menjadi Presiden RI tahun 2014, tentu terserah konsituen. Yang
penting, rakyat Indonesia menjadi semakin sejahtera.
Menampakkan
hasil
Hasil survei National
Leadership Center (NLC) bekerja sama dengan lembaga riset internasional, Taylor
Nelson Sofres (TNS), seperti dimuat www.liputan6.com
menunjukkan, Prabowo Subianto dan Partai
Gerindra sangat diminati rakyat pada Pemilihan Umum 2014. Hasil polling yang
dilakukan oleh TNS memperlihatkan bahwa masyarakat yang diwakili responden,
sebanyak 35% memilih Prabowo sebagai figur calon presiden terunggul, diikuti
20% memilih Megawati Soekarnoputri, dan 12% ke Jusuf Kalla.
Presiden Direktur NLC
Taufik Bahaudin di Hotel Atlet Century, Jakarta, Kamis (28/2/2013) menjelaskan,
hasil survei ini juga memperlihatkan partai besutan Prabowo pula, yakni Partai
Gerindra juga diminati oleh masyarakat. "Masyarakat cenderung memilih
Partai Gerindra. Kecenderungan masyarakat terhadap pilihan partai politik di mana
Gerindra, PDIP, Golkar, Demokrat, dan PPP secara berurutan menjadi lima partai
terunggul. Partai, Gerindra dipilih 26% responden, PDIP 25%, Golkar 18%, Partai
Demokrat 8%, PPP 3%, PKS 3%, Partai Nasdem 3%, PKB 2%, PAN 2%, Hanura 2%.