Senin, 25 Februari 2008
Rakus
PENYAKIT yang paling banyak menjangkiti orang Indonesia saat Lebaran adalah penyakit perut. Berbagai jenis penyakit yang terlupakan saat Ramadan kembali kambuh, mulai disentri, mencret, mag, dan lain-lain. Terlalu rakus makan dan lupa diri adalah penyebab utama sakit perut tersebut. Sebelum pergi ke tempat salat id, lontong dan opor sudah disantap, usai salat makan nasi pecel di rumah ustaz, sebelum kembali ke rumah sembari berkeliling ke rumah-rumah tetangga makan nasi rendang. Berbagai jenis minuman juga terus menggoda, es buah, sirop, es krim, dan berbagai minuman ringan. Cara makan yang demikian selama dua hari tentu saja menyebabkan sakit. Walhasil, berbagai makanan yang disantap bukannya menyebabkan maslahat, melainkan mudarat.Sakit perut sesungguhnya masalah sepele yang selalu berulang setiap tahun. Meski demikian, mari kita coba melihat masalah ini lebih serius, jangan-jangan ini adalah sifat bangsa ini yang sejati. Sikap "balas dendam", aji mumpung, rakus, tak tahu diri, tidak perhitungan, dan berbagai jenis sifat buruk yang lain. Nyatanya, Indonesia yang mestinya kaya raya dengan kekayaan alamnya, ternyata rakyatnya miskin, dan terus bertambah miskin. Siapa pun yang mendapatkan kesempatan memimpin bangsa ini dan mendapatkan mandat mengelola uang rakyat berperilaku buruk sebagaimana sifat-sifat di atas.Padahal, puasa selama sebulan telah mengajarkan berbagai nilai suci. Sabar, bekerja keras, rajin salat malam, suka berbagi, makan dan minum secukupnya, toleransi, dan berbagai nilai-nilai positif lainnya. Sayang, begitu Ramadan lepas, sifat-sifat baik ikut lepas juga. Lebih mengkhawatirkan lagi, sifat-sifat buruk itu berjalan selama 11 bulan ke depan, dan baru kembali ingat sifat-sifat baik setelah masuk Ramadan berikutnya.Padahal, keutamaan Ramadan termasuk turunnya Lailatulqadar jangan-jangan tidak berlaku hanya bulan Ramadan. Bolehlah, Lailatulqadar turun dalam bulan Ramadan, tapi dampaknya tentu berlaku sepanjang tahun. Bayangkan, keutamaannya saja setara dengan seribu bulan atau 83,3 tahun. Tentu saja, perilaku baik para penerima Lailatulqadar tidak lekang pasca-Lebaran. Lalu orang-orang yang tetap rakus dan tak tahu diri setelah Lebaran berarti tidak menerima anugerah Lailatulqadar? Bisa jadi memang tidak, bahkan tidak mustahil, mereka hanya orang-orang yang merasakan haus dan lapar selama Ramadan. Na'udzubillah min dzalik. Menjaga diri, berperilaku sesuai dengan nilai moral agama dan nilai-nilai kemasyarakatan adalah bagian dari diterimanya puasa kita. Mudah-mudahan, kita termasuk shaimin yang diampuni dosa-dosa karena Ramadan. (Wakhudin)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar