Selasa, 09 Maret 2010
Berhaji dengan Cara Indonesia
Judul Buku : Tips & Petunjuk Praktis Orang Indonesia Pergi Haji
Penulis : H. Wakhudin
Penerbit : Mutiara Press Bandung
Cetakan I : Desember 2003
Tebal : xix + 169
BERHAJI merupakan sebuah hajatan umat Islam dari seluruh dunia, termasuk umat Islam Indonesia. Karena berhaji berada di Arab Saudi, maka bangsa Indonesia seperti melakukan hajatan di luar negeri. Makanya menjadi bertambah sibuk, ingar bingar, dan banyak hal yang sering tak terjangkau, baik oleh alat komunikasi ataupun transportasi. Apa yang terjadi di Arab Saudi, maka terjadilah, kita hanya dari jauh memantaunya.
Sesungguhnya melaksanakan haji bagi semua Muslim sama saja, yakni datang ke Mekah untuk umrah, dengan cara tawaf, sa'i, ditambah berbagai macam ritual nawafil berupa salat berjamaah di Masjidilharam dan sebagainya. Kemudian, mereka melaksanakan wukuf di Arafah; mabit di Muzdalifah dan Mina, serta melontar Jamarat. Selain melaksanakan wajib dan rukun haji di Makah dan Masy'aril Haram, jemaah juga mengunjungi Madinah untuk melaksanakan shalat arba'in dan berziarah.
Meskipun ritualnya sama, namun teknis dan berbagai tetek bengek berhaji antara seseorang yang datang dari Indonesia dengan negara-negara lain akan berbeda. Di Indonesia, kita mengenal BPIH atau dulu ONH. Di Malaysia, kita mengenal Tabung Haji, di negara-negara lain seperti India, Pakistan, Eropa, Amerika tentu saja caranay berbeda. Kebiasaan hidup antara seorang jemaah dari suatu negara dengan yang lain juga saling berbeda, dan itu nampak sangat mencolok saat ada di tanah suci.
Teknis berhaji yang khas Indonesia itulah yang disorot oleh wartawan "PR" Wakhudin, dan kemudian dia memberikan berbagai macam solusinya dengan memberikan tips dan petunjuk yang sangat praktis bagi orang Indonesia yang menunaikan rukun Islam kelima.
Melalui buku yang disajikan dengan bahasa sederhana dan dengan psikoanalisa spiritual yang juga sangat sederhana ini, penulis buku ini kebetulan mendapat kesempatan sebagai peliput pelaksanaan ibadah haji di tanah suci selama beberapa tahun.
Buku ini memaparkan kondisi objektif dari situasi, tradisi, tipologi, cuaca geografis serta karakteristik dari dunia Arab Saudi dan masyarakatnya, khususnya Mekah Al-Mukarramah, yang di dalamnya ada Kakbah yang menjadi kiblat bagi seluruh umat Islam di dunia dan juga Madinah al Munawwarah, kota paling bersejarah dalam perjalanan agama Islam dan tokoh sentralnya, Nabi Muhammad.
Buku ini cukup menarik dan sangat penting dijadikan salah satu referensi (dokumentasi) bacaan bagi siapa saja yang hendak menunaikan ibadah haji. Isi keseluruhannya adalah mengabarkan kepada (calon) jemaah haji tentang banyak hal praktis yang sederhana, tampak sepele dan, terkadang dicuekin tapi sangat berpengaruh terhadap harmonisasi perjalanan ritual haji itu sendiri. Di antara hal yang dikabarkan itu adalah persiapan-persiapan teknis menjelang pemberangkatan, seperti untuk penyetoran biaya perjalanan ibadah haji ke beberapa bank yang memang telah memiliki hubungan sistem komputerisasi langsung dalam konteks pelaksanaan ibadah haji (Siskohat) dengan Departemen Agama. Dan termasuk yang dikabarkan juga adalah bagaimana kita mesti mempersiapkan kesehatan jasmani dan rohani kita dalam melaksanakan ibadah haji, berdasarkan pada perbedaan cuaca dan kultur masyarakat Arab dengan cuaca dan tradisi sosial masyarakat Indonesia. Lebih jauh dari semua itu, Wakhudin, dengan kesaksian-deskriptiknya menghimbau kepada siapa saja yang hendak menunaikan ibadah haji agar senantiasa mempertimbangkan sematang mungkin kesiapan mental mereka.
Bahkan, dengan pola bahasa humoristiknya, Wakhudin menceritakan bagaimana seandainya kita melakukan transaksi dengan pedagang Arab saat berbelanja. Misalnya, lebih baik kita membekali diri dengan pengetahuan bahasa Arab sekalipun hanya beberapa kata; kam wahid dan ainal fakturah. Ini demi menjaga agar tidak terjadi miskomunikasi yang mengakibatkan kerugian dan dampak negatif lainnya terhadap jemaah haji.
Hal teknis-praktis lain yang disajikan Wakhudin dalam buku ini ialah bagaimana langkah-langkah yang mesti ditempuh oleh para jemaah haji bila hendak melaksanakan bagian terpenting dari ritual ibadah haji di daerah Mina, Arafah dan Muzdalifah. Dan masih banyak "anjuran praktis" lain yang telah dipaparkan yang perlu kita cermati bersama, khususnya bagi para (calon) jemaah haji.
Karena bukan buku "fikih" yang sangat teoritis dan njelimet, di dalamnya Wakhudin tidak memperbincangkan hal-hal yang bersifat halal ataupun haram. Sajian dalam buku ini murni "deskripsi praktis" terindah dan "termahal" dari seorang wartawan untuk ikut andil "menyelamatkan" para (calon) jemaah haji dari pelbagai tingkah laku "kecil" yang jika diabaikan, insya Allah, akan merusak kemabruran haji itu sendiri. Dengan kesaksian tulusnya ini, Wakhudin betul-betul memanfaatkan tugasnya dan membuktikan bahwa ujung pena seorang wartawan adalah "cahaya" bagi perjalanan hidup umat manusia. Sungguh produktif!
Tiga (3) hal pokok yang mesti dicatat dari 'kecerdasan deskriptik'nya Wakhudin dalam buku ini. Pertama, dengan penuh kejujuran Wakhudin menegaskan kembali apa yang telah digagas filsafat empirisme, yakni, menjadikan "kekuatan pengalaman" itu sebagai penghampiran kritis dalam mengetahui (pengetahuan) dan memaknai (pemaknaan) terhadap "realitas praktis" dari ibadah haji. Kedua, lewat buku yang sederhana ini, Wakhudin, saya kira, hanya ingin menebarkan aroma isyarat besar Alquran, "Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan yang saling menasihati dalam mentaati kebenaran dan mentaati kesabaran". (Q.S. Al Ashr: 1-3). Ketiga, Wakhudin tentu sekadar (akan) mengingatkan kepada kita bahwa pepatah "malu bertanya sesat di jalan" itu memiliki filosofi tersendiri.(Jamiludin aktivis Studi Khittah, Pusat Kajian Sejarah dan Filsafat,
Bandung)***
Sumber: http://groups.yahoo.com/group/buku-islam/message/1268
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar