Senin, 18 Juni 2018

Indahnya Plarakan di SD Bangsa Hingga Kepala Benjol


TIDAK banyak bangunan yang diplester tahun 1970-an. Hanya orang kaya raya yang  rumahnya ditutup semen dan dipel setiap saat sampai mengkilat. SD Negeri Bangsa 1 dan 2 di Desa Bangsa, Kebasen, Banyumas, Jawa Tengah merupakan salah satu bangunan yang sudah dipasang tegel. Karuan banyak anak kampung yang sangat “mengaguminya”. Anak-anak datang ke sekolah tidak hanya hari Senin s.d. Sabtu, bahkan hari Minggu pun mereka datang. Sekadar bermain di tempat yang nyaman.
Pada saat hujan besar, dan sebagian air tampias hingga membasahi lantai, itulah momentum membahagiakan bagi anak-anak. Di rumah masing-masing, kalau adaa air masuk ke teras, maka teras menjadi basah dan becek. Makulum, semua penduduk lantainya masih berupa tanah. Kalau ingin melihat teras yang terkena hujan tidak becek ya ke sekolah itu.
Kalau lantai sekolah terkena air hanya sedikit, biasanya anak-anak menambahi air lebih banyak. Setelah jumlah air cukup, maka sruuuuuuuuooookkkk.... anak-anak meluncur. Plarakan. Itulah pengalaman  paling indah tak terlupakan menjadi siswa SD Negeri Bangsa 1. Karena plarakan di SD menyenangkan, maka setiap habis hujan puluhan anak datang ke SD, sekadar ingin ikut plarakan. Pokoknya tak kalah dengan Dunia Fantasi (Dufan) di Ancol, Jakarta Utara.
Saking asyiknya plarakan di teras sekolah, tak sedikit anak yang benjol jidatnya atau kepalanya. Ya, mereka tidak menghitung diri bahwa plarakan yang tidak terkendali dapat menyebabkan kepala terbentur. Jidat njendhol sudah biasa. Itu menjadi bagian dari indahnya memiliki SD yang mempunyai mester (tegel).
Hal menarik yang takan terlupakan bagi siswa SD 1970-1980-an adalah Pohon Cemara. Tak banyak Pohon di Cemara di Desa Bangsa saat itu. Bahkan, SD Bangsa merupakan tempat satu-satunya yang menanam Cemara itu. Daunnya aneh, mirip rambut. Ada teman yang mengatakan, mirip rambut setan. Patah-patah, tapi dapat disatukan kembali. Daun yang menguning berguguran di bawah pohon kemudian mencoklat dan lama-lama membusuk.
Tapi daun Cemara di sekitar SD Negeri Bangsa 1 dan 2 tidak sampai membusuk. Karena Pohon Cemara menjadi tempat anak-anak bermain. Pohon Cemara tumbuh di taman sekolah. Anak-anak kadang memanjatnya, tapi sulit karena dahan dan rantingnya agak tinggi. Maka lingkungan di sekitar pohon Cemara sangat padat karena diinjak banyak anak.
Pohon tebu juga menjadi kenangan yang tidak terlupakan selama saya sekolah di SD Negeri 1 bangsa dari tahun 1971 s.d. 1977. Pohon tebu ditanam dan tumbuh subur di sekitar sekolah. Saat usia tebu sudah cukup tua, sekolah memanennya. Setiap siswa kebagian meskipun hanya sejengkal-sejengkal. Tapi semua merasa bersyukur, mereka baru tahu ada sebuah pohon kalau dihisap rasanya manis. Sebagian siswa sering tidak sabar menunggu pembagian dari guru, sehingga nyolong tebu.
Lapangan sekolah saat itu cukup lebar. Memang tidak standar lapangan bola. Tapi untuk bermain bola bagi anak SD sangat cukup. Di pojok lapangan terdapat tempat untuk locat tinggi maupun loncat jauh. Setelah hujan, lapangan sangat becek. Tapi anak-anak tetap semangat bermain bola saat istirahat sekolah. Saat masuk kembali ke kelas, ada anak yang sudah mandi, meskipun bajunya basah. Tapi ada juga anak yang masuk sekolah dalam keadaan gupak belet.
Lapangan SD Negeri Bangsa penuh kenangan. Di sini saya sering dibanting teman yang tidak suka ke saya. Sebaliknya, saya juga sering membalasnya. Ada juga teman yang tiba-tiba meninju saya dan mengajak berantem. Di lapangan inilah pahit getir sekolah di SD saya jalani.
Di samping lapangan masih ada sawah. Pada saat musim mencangkul, anak-anak dilibatkan untk mencangkulinya. Demikian pula saat menanam, ndhaut, maupun saat memanen. Hasilnya untuk sekolah. Proses ini sangat baik sebetulnya untuk mengajar siswa menjadi petani. Kini lapangan maupun sawah, semua sudah menjadi sawah. Proses penggarapannya diserahkan ke perani profesional. Siswa tidak lagi dilibatkan.
Siapa lagi punya pengalaman belajar di SD Negeri Bangsa 1 dan 2? Silakan share di sini. (WAKHUDIN)

Tidak ada komentar: