MESKI sesekali
hujan, musim kemarau tahun ini menyebabkan debu berterbangan ke seluruh Kota
Bandung dan sekitarnya. Di daerah pinggiran kota, seperti di Kecamatan Cipatat,
Kabupaten Bandung, pencemaran udara diperparah oleh beroperasinya pabrik-pabrik
dan penambangan kapur di kawasan pegunungan Masigit. Para pelancong dapat
menderita sesak napas saat "menikmati" udara perjalanan
Padalarang-Cianjur yang tercemar mulai dari Situ Ciburuy, hingga ke Kecamatan
Cipatat. Belum lagi, pencemaran ditambah suara bising truk pengangkut pasir dan
bus-bus jurusan Jakarta-Bandung yang masih bertahan, meski sudah ada jalan tol
Jakarta-Bandung atau bus jurusan Sukabumi-Bandung.
Di antara deru kendaraan bermotor dan pabrik pembakaran
gamping di sekitar perjalanan yang berkelak-kelok itu, kita dapat menyaksikan
sekira 50 warung dibangun dipinggir jalan di Kampung Cibogo. Di bagian depan
warung tersebut, tiang menancap setara dengan tingginya jalan raya. Namun di
bagian belakang, tiang-tiang warung tersebut terpancang setinggi antara 5
hingga 10 meter, dengan kemiringan tanah lebih dari 50 derajat, dan menurun
hingga ke jurang. Di bagian lembah ini berdiri ratusan rumah penduduk.
Di antara warung-warung tersebut terdapat ruang yang cukup
lebar di seberang bagian utara yang dapat digunakan parkir lebih dari 20
kendaraan, juga dikelilingi bangunan-bangunan warung sederhana. Di antara
warung-warung itu terdapat kafe, tempat karaoke, diskotek, dan pertunjukan
musik dangdut. Di seberang bagian selatan, meskipun merupakan bukit yang curam
juga terdapat sebuah bangunan yang digunakan sebagai ruang pertunjukan musik.
Setiap malam, tempat-tempat ini tidak terlalu ramai. Namun,
Sabtu di akhir bulan Juli, terlihat dua mobil dan 5 sepeda motor diparkir di
depan pertunjukan dangdut di tepi bukit di seberang bagian selatan. Para
penumpangnya yang sebagian besar kaum pria masuk ke dalam ruangan. Mereka
disambut puluhan wanita bergincu merah menyala yang rata-rata berusia antara 20
hingga 30 tahun. Pakaian mereka pun tak ubahnya para artis dangdut yang sering
kita saksikan di televisi, setelan kaus lengan panjang dan celana panjang ketat
dengan warna-warna yang mencolok.
Masuk ruang hiburan tidak dikenakan charge. Para tamu hanya membayar minuman yang mereka pesan dan
sesekali membayar uang sawer untuk penyanyi saat menyamperinya. Para tamu bisa
ditemani perempuan yang juga berdandan seperti penyanyi saat menikmati musik.
Namun, mereka juga boleh menolak tawaran itu jika sedang ingin menyendiri.
Karena tawaran dilakukan berulang-ulang, tamu biasanya tidak tahan untuk
menikmati dangdut sendirian, sehingga akhirnya ia turun berjoget ditemani
perempuan yang sudah lama menunggunya.
Perempuan-perempuan yang menemani berjoget dan minum di
tempat hiburan tersebut, juga bisa diajak keluar ke mana pun tamu mau. Semua
bergantung pada "transaksi" yang disepakati. Mereka boleh dibawa ke
hotel-hotel kecil di sekitar Padalarang atau di Kota Bandung, Lembang, atau
bahkan di tempat di sekitar tempat hiburan tersebut. Namun, setiap tamu yang
mengajak cewek Cibogo ini dikenakan charge
Rp 50.000,00 yang disebut dengan "uang cabut". Sebab, setiap
perempuan yang tidak lain adalah para pelacur ini memiliki induk semang masing-masing
sebagai mucikari.
Namun para tamu yang tidak mau membayar "uang
cabut" tersebut, dapat menuntaskan nafsunya di warung remang-remang yang
mengelilingi tempat hiburan di Cibogo ini. Warung-warung tersebut, selain menyediakan
aneka macam minuman juga terdapat satu atau dua kamar yang dapat disewakan
untuk melakukan hubungan seks short time. Harga sewanya antara Rp 20.000,00
hingga Rp 50.000,00. Namun, perempuan yang diajak kencan biasanya mengenakan
tarif Rp 50.000,00 kepada tamunya.
Warung remang-remang ini sendiri biasanya menyediakan
seorang hingga lima orang wanita tuna susila (WTS). Para tamu yang hanya
menginginkan layanan seks dapat langsung menuju warung-warung ini, tanpa harus
terlebih dahulu mencari WTS di tempat hiburan. Meskipun namanya warung dan
dibangun di atas jurang, namun di dalamnya biasanya terdapat ruang yang lumayan
lega. Ruang terbuka yang tak ada meja kursi ini biasanya dapat digunakan untuk
berjoget atau berdansa bersama cewek kencannya. Sebab, di depan ruang lega yang
membelakangi jalan raya tersebut terdapat TV dilengkapi seperangkat CD dan DVD
player yang dapat mengiringi para tamunya melantai. Jangan membayangkan ruang
ini mewah, rata-rata lantainya terbuat dari papan dan TV yang mengiringi mereka
berjoget pun berukuruan paling besar 21 inci atau bahkan 14 inci.
TV dan alat-alat elektronik lainnya memang hanyalah asesoris
tambahan, bisnis para cewek penunggu warung yang utama adalah pelayanan seks
secara komersial. Sedangkan bisnis utama pemilik warung adalah minuman, baik
beralkohol rendah maupun yang berkohol tinggi. Para pekerja seks komersial
(PSK) sendiri tidak dikenai pungutan dari hasil melacurnya dengan tamu. Namun,
mereka berkewajiban memasarkan minuman dan rokok milik warung tersebut.
Caranya, biasanya WTS tersebut membeli minuman dan rokok untuk tamu dan untuk
dirinya sendiri, tapi semua biaya dikenakan kepada tamunya. Bahkan, para PSK
tersebut seringkali minum bir berulang-ulang dengan berbagai macam campuran,
minuman berenergi aneka macam merek, dengan demikian pemilik warung pun
diuntungkan dengan semakin banyak keluarnya uang dari tamu.
Namanya juga bisnis seks, ilegal dan haram jadah. Segala
macam hal sering dilakukan untuk mengeduk uang para tamu, tanpa harus
memberikan pelayanan yang sebanding dengan uang yang dikeluarkan tamu.
Keterampilan para PSK memoroti uang tamu adalah keterampilan yang melekat pada
setiap PSK. Anehnya, para lelaki hidung belang tak pernah kapok. Kaditu deui
kaditu deui...! (Wakhudin/ "PR”)
1 komentar:
* Jual Obat Aborsi ,,,
Posting Komentar